Saya seekor kura-kura yang
berusia sekitar empat tahun sejak
majikan saya yang bernama Nabil membeli saya di tantenya yang berjualan di SD tempatnya
bersekolah. Waktu itu saya masih berumur 3 bulan. Usia yang cukup belia untuk mengenal
dunia baru. Tadinya saya tinggal di tempat penangkaran dan setelah saya menetas
dari telur saya di jual belikan. Ya memang seperti ini hidup saya, selalu sebatang kara. Saya bertemu dengan
teman saya sewaktu kami sama-sama dijual kepada Pak Kustono, dan menjual kami
ke SD dengan perantara tante Siti. Teman saya menamai dirinya Leonardo. Katanya
nama tersebut diambilnya dari anak kecil yang sedang girang menonton kura-kura
ninja di Tivi saat itu. Sejak kapan ia tahu televisi dan kapan ia pernah
mendengar nama itu?
“Dua minggu yang lalu sebelum saya
dipindahkan ke akuarium di ruang tamu. Saya berada di akuarium depan Tivi. Amboy,
wanita disana cantik-cantik. Kami sering menonton tivi bersama-sama” jelasnya.
“Enak sekali hidupmu .. Saya selalu diruang tamu sejak masuk kerumah ini.” Keluh saya.
“Nikmati saja lah, Boy...” tukasnya
santai. “Amboy...” kejutnya sambil menyenggol pantat saya dengan cangkangnya.
“Ada apa Leo?” tanya saya.
“Nama kau siapa?” pertanyaan yang
selalu bingung saya jawab, karena sejak pertama masuk kesini saya menunggu nama
dari majikan yang mau membeli saya.
“Saya tidak tahu Leo...” kata
saya gamang.
“Oke, namamu Morgan saja. Biar kayak boyband yang lagi top di Tipi-tipi itu.” Leonardo kembali menyenggol pantat
saya dengan cangkangnya.
***
Hari ini cuaca sangat panas. Namun
karena kami di air, jadi kami dapat mengontrol suhu yang ada diluar maupun di
dalam cangkang. Tiba-tiba seekor bidadari turun dari langit datang dihadapan
kami. Kura-kura kecil itu berparas ayu, setiap kali para jantan menatap wajahnya.
Ketegangan muncul didalam benaknya. Dasar memang pikiran mereka yang primitif
menurut saya. Pikiran mereka yang selalu pengen kawin sebelum waktunya. Para betinapun
dengan sigap tak ada yang mau berteman dengannya karena keirian dan kesirikan
yang terlalu tinggi.
“Boy, sapalah wanitamu...” bujuk
Leonardo.
“Saya kura-kura kampung Leo, tak
sama seperti kamu yang pernah tinggal diakuarium depan Tivi.” Jawab saya lemah.
“Cinta tak memandang rupa ,
Boy... kejarlah cintamu...”
Dari kata-kata Leonardo yang
terdengar dibagian pendengaran saya. Saya merasa cangkag saya menegang dan
ingin berdiri tegap melawan ketidakadilan, bukan ingin kawin. Saya mulai
memberanikan diri mendekati kura-kura betina itu. Hanya satu yang saya ingin
tahu, namanya dan berharap kami bisa berjalan mengelilingi akuarium dan
mengobrol berdua, tanpa ada seekorpun yang menggangu. Saya mulai berenang
mendekati betina cantik itu. Betina itu membalas senyuman saya dengan ramah.
“Hai...” sapa saya gugup.
“Iya...” balasnya.
Wow.. suaranya merdu sekali bak seruling neptunus yang mengalun indah di
tengah samudra sana.
“Nona, bolehkah saya tahu nama
mu?”
“Iya, Tuan. Nama saya Jesica...”
jawabnya sambil tersenyum kepada saya. Jesica sangat ramah kepada saya. Ia tak
memandang kasta diantara kami berdua, antara si jelek dan si cantik. Dan impian saya pun tercapai pada hari minggu bulan ke delapan yaitu mengelilingi akuarium
bersama dengan Jesica. Kami berdua sepakat akan bertemu dipojok akuarium,
diantara karam-karam buatan didalamnya. Saya tak bisa tidur pada malam harinya.
Saya selalu membayangkan dapat menyengol pantatnya seperti yang dilakukan
Leonardo ke saya. Namun, dia betina yang saya cintai. Saya tak pernah
memungkiri kalau saya sudah jatuh hati padanya sejak lama. Sejak pertama ia
dipindahkan ke akuarium ruang tamu.
Pagi ini saya bersiap-siap
dandan, mandi di tempat pengeluaran oksigen yang segar. Saya berencana
mengajaknya makan diatas pada jam makan siang. Dan mengajaknya jalan-jalan
ditaman karang tengah akuarium. Disana pasti bayak kura-kura yang sedang memadu
kasih. Pada saat perjalan saya menuju karang pojok akuarium tiba-tiba ada
seorang anak laki-laki menunjuk-nunjuk saya.
Kemudian dengan sigap pak Kustono mengambil jaring dan meletakkan saya
didalam setoples kecil berbentuk rumah-rumahan manusia. Manusia sungguh kejam. Sejak
saat itu saya tidak pernah tahu kabar tentang Jesica. Mungkin dia sekarang
sudah kawin dengan jantan lain pikir saya. Dan saya sendiri didalam ember besar
dirumah majikan saya yang bernama Nabil. Saya sempat terlepas dari penjara
ember hitam. Namun, naas kembali ditemukan oleh Nabil. Malam ini saya bertekat
untuk lepas, saya hanya ingin mengatakan sesuatu kepada Jesica bahwa saya telah
mencintainya dan menunggunya hingga
empat tahun ini. Bilamana ia telah kawin dengan jantan lain, saya tetap
akan menyatakan rasa ini. Walaupun saya akan mati dijatuhi kepala dan tangan
saya oleh cangkang jantanya.
Impian saya pupus sudah ketika
saya ditemukan oleh kakak Nabil yang bernama Lintang. Dia menjerit ketakutan
ketika saya keluar dari ember hitam. Dan saya dikembalikan lagi didalam ember
hitam.
Saya masih merenung dimalam ini. Membayangkan
Jesica yang tumbuh dewasa seperti saya. Dan ia sangat cantik pastinya...
0 komentar:
Posting Komentar