Pagi ini Jakarta lembab, tak
seperti biasanya. Hujan turun kembali ditengah musim kemarau. Cuaca tahun ini
memang terasa aneh. Tak bisa di duga apa maunya. Rhea siap menenteng payung
untuk pergi ke kampusnya. Perjalanan kaki yang panjang ditengah beceknya
jalananan menuju kampus. Dibawanya payung dan dibukanya di depan kos.
Dilihatnya Dion sudah berada tepat di depan pintu pagar kos Rhea. Dihampirinya
Dion yang tengah berada didalam mobil.
“Mau bareng nggak?” tawar Dion.
“Kaga ah, gue jalan kaki aja...”
tolak Rhea.
“Beneran nih, gak mau terima
gaji?” goda Dion.
“Wah kalo yang itu gue mau.”
Tanpa pikir panjang Rhea langsung membuka pintu mobil dan masuk kedalam mobil
sedan milik Dion.
“Cekatan lu, kalo ngomongin soal
duit... lagian kaga bisa lu jual mahal sama gue.” Canda Dion lagi. Rhea hanya
tersenyum geli melihat tingkah Dion yang menjulurkan lidahnya di depan Rhea.
I’ve been spending all my
time...Just thinking about you... I don’t know where to.. I think I’m falling
for you..
Terdengar suara ringtone dari
hape Dion yang bergetar keras di saku celannya.
“Halo... Iya bu... Iya...
Terimakasih Bu.. “
Wajah Dion berubah senang setelah
mendapati telepon dari seorang wanita yang dipanggilnnya ‘Ibu’. Rhea cengar
cengir sendiri melihat Dion yang berwajah senang. Pasti ada tambahan uang saku,
pikirnya.
“Re, Gue naik pangkat jadi
manager di perusahaan gue. Lagian ada direktur baru yang ngurus di perusahaan
cabang. Dan gue ditempatin di cabang. Jadi tambah deket deh sama lu...” Dion
tersenyum lebar . ”Kan jadi ada yang bantuin kalo dapet banyak job...”
tambahnya.
“Yang kemarin aja belum lu bayar,
pake tambah job segala.” Rhea tersenyum sambil menjabat tangan Dion
“Selamat
ya.. pak manager Dion Anggara Putra.”
“Gue traktir deh entar bis balik
kuliah.” Dion membalas jabatan tangan Rhea yang sedari tadi mengantung
ditengah.
“Lama banget jabatnya. Pegel
tau...”
“Iya iya.. sori ..” balas Dion
nyengir.
Jalan menuju kampus terasa jauh
bagi Rhea. Rhea seperti buah melon yang kehilangan sarinya. Tubuhnya tetap
berada di mobil Dion. Namun pikiranya jauh menerawang kearah luar. Sekilas
terbesit pikiran tentang keadaan temanya, Tifa. Apakah dia baik-baik
saja?dimana ia sekarang? Suah seminggu sejak kejadian itu, Rhea tak pernah
bertemu dengan Tifa. Dia seperti diculik oleh alien luar angkasa dan dibawa ke
suatu planet antah berantah, hilang dan tak ada kabar.
“Lo kenapa Re?” tanya Dion “Gak
enak badan?” tambahnya. Rhea tetap bungkam tak sepatah kata pun keluar dari
mulutnya. Mulutnya seperti terkunci oleh benda hitam yang masuk dalam kerongkongannya,
berat dan lesu. Dion tak menyadari apa yang sedang terjadi dengan teman
dekatnya, sekaligus wanita yang ia kagumi sejak pertama bertemu. Namun, ia tak
pernah mendefisinikan rasa yang ia alami sebagai rasa cinta kepada sosok hawa,
belahan jiwa yang agung. Hanya perasaan kagum dengan seorang teman yang selalu
ada saat ia jatuh maupun ia utuh. Dion melirik ekspresi Rhea yang sedari tadi
seperti tak mendengarkan perkataannya. Dion menghela nafas panjang dan
mengulang kalimat yang masih menggulung dalam kerongkongannya.
“Lo kenapa Re?” tekan Dion.
“Gak papa. Gue turunin di
pertigaan situ aja.” Jawab Rhea malas sambil menunjukkan arah pertigaan
lingkungan kampusnya. Tanpa pikir panjang Dion langsung kearah yang ditunjukkan
Rhea.
“Sampai deh, tuan putri...” goda Dion.
Rhea masih tanpa Ekspresi, membuka pintu dengan senyuman datar.
“Senyum yang lebar donk.. entar
kan dapet bayaran...” tambah Dion.
Dion membuka kaca jendela sambil
melambaikan tangan. Rhea membalas lambaian tangan Dion. Mobil sedan Dion berlalu
kearah luar kampus. Rhea berjalan menuju lantai 3 gedung fakultas teknik
jurusan teknik sipil. Lorong-lorong yang ia lewati terasa sepi dan sunyi. Para
mahasiswa semester bawah sedang mengikuti kuliahnya dengan anteng. Terlihat
dari jendela luar ruangan seorang sedang melambaikan tanganya kearah Rhea.
laki-laki itu berperawakan tinggi kurus. Guntur nama laki-laki itu. Rhea
membalas lambaian tangannya dengan cengiran nya.
***
Meja Pak Hang masih tertata rapi,
tak terlihat batang hidung beliau pernah duduk di kursi ini sejak pagi tadi. Tak
ada tanda-tanda Pak Hang datang ke kampus hari ini. Ini terlihat sangat aneh
dari biasanya. Pak Hang adalah dosen terajin di kampus ini, walaupun umurnya
masih muda namun kinerja nya dalam membawakan bahan perkuliahan mahasiswa
sangat istimewa. Rhea mulai mengetik nomor telepon Pak Hang. Perlahan suara
langkah kaki mendekati meja Pak Hang. Pak Sunu, OB yang sering membersihkan
kantor dosen disini.
“Permisi Pak...” sapa Rhea
“Iya , Mbak ada apa?” Pak Sunu
memandang wajah Rhea sambil meletakkan sapu nya di dekat meja.
“Pak Hang kemana ya pak?”
“Oh, Pak Hang sedang ke luar kota
mbak . Katanya ada semir semir apa gitu mbak...” Pak Sunu mengaruk-garuk
kepalanya yang tak gatal.
“Seminar ?” Rhea terkekek melihat
tingkah laku Pak Sunu yang salah tingkah menyebutkan nama.
“Iya itu Mbak...”
“Oh gitu Pak, ya udah deh pak
makasih ya pak...” Rhea meninggalkan ruangan Pak Hang. Dari kejauhan terlihat
Guntur mendekati Rhea.
“Ngapain lu di kampus.. abadi
abadi lu...” sindir Guntur.
“Ye.. yang abadi si elu...” bales
Rhea.
Rhea duduk di kursi Mie ayam Bu
Atun. Warung mie ayam murah deket kampus. Walaupun harus berjalan keluar kampus
yang cukup jauh, namun tempat makan Bu Atun gak ada matinya. Mie ayam yang
dijual disini tanpa bahan pengawet ataupun pewarna apapun. Rasanya yang
menggoda dan harga nya cukup murah untuk mie ayam di daerah Depok dan
sekitarnya yang cukup mahal. Rhea duduk di meja sebelah pojok. Di meja ini
cukup sepi karena hanya ada dia dan Guntur. Rhea mengaduk –aduk mie ayam bakso
yang telah dipesannya.
“Ngalamun lagi Re?” Pertanyaan
Guntur menghidupkan kembali otak Rhea yang sedari tadi pgi rada gak konek. Rhea
tersentak dan menambahkan saus dan sambel ke dalam mangkuk mie ayam baksonya.
“Nggak kebanyakan tuh Re...”
tambah Guntur. Rhea tersenyum melihat tingkahnya sendiri yang memasukkan sambel
terlalu banyak.
“Re,Re.. ada masalah apaan si ,
sampe sebegitu-begitunya?” tambahnya lagi.
“Gak ada apa-apa Tur, Cuma kangen
rumah aja...” jawab Rhea sekenannya.
“Ya, pulang lah Re.. lagian
skripsi lu kan kurang dikit lagi.” Guntur memasukkan mie ayam terpanjangnya
kedalam mulutnya yang menganga penuh tanda kelaparan.
“Laper banget lu Tur?”
“Yoi, dari tadi pagi gue belum
makan... biasa anak kos yang gak punya duit.” Rhea tertawa geli mendengar celotehan
temennya.
“Ya udah deh, gue bayar dulu...
gue mau pulang soalnya. Mupung masih banyak rejeki nih gue..” kata Rhea bangga.
“Dewi Rhea emang bener-bener top
markotop.” Puji Guntur.
Rhea tersenyum dan melangkahkan
kaki menuju Bu Atun yang sedari tadi duduk di meja kasir. Bu Atun tersenyum
melihat Rhea, Rhea pun membalas senyum Bu Atun. Seorang pria mendekati meja
kasir. Harum parfum mask laki-laki itu tercium sampai ke hidung Rhea. Rhea melirik
ke samping kanan nya. Laki-laki itu terlihat tinggi , putih dan berisi. Dia memakai
hem merah dan kaos hitam didalamnya, sepatu kets dan tas punggung yang
disampirkannya di sisi kanan lengannya. Rhea tersenyum ke arah laki-laki yang
ada disamping kanannya. Laki-laki itu membalas senyum Rhea. terlihat kehangatan
di senyum laki-laki itu.
“Bu, jadinya berapa? Mie ayam bakso
dua, sama teh anget nya dua.” Kata Rhea
“Dua puluh lima ribu , mbak..”
Rhea mengorek-ngorek isi tasnya, mencari senuah benda kecil yang selalu di
bawanya. Dompetnya. Astaga, dia lupa tak membawa dompetnya.
“Ada apa Mbak?” tanya Bu Atun.
“Dompet saya ketinggalan
Bu...bentar ya bu, saya tanya teman saya dulu.” Rhea buru-buru menghampiri
Guntur. Mendengar cerita Rhea wajah Guntur langsung memucat. Ya, Rhea pun tau
Guntur sedang tak bawa uang sepeserpun di dompetnya. Mereka berdua berjalan
menghampiri Bu Atun yang sedari tadi menunggu perdiskusian antara Rhea dan
Guntur.
“Maaf Bu, saya gak bawa dompet.
Temen saya juga lupa gak bawa dompet bu.” Kata Rhea menunduk meminta maaf.
“Gak bawa dompet kok seragaman
Mbak...” Rhea dan Guntur nyengir ke arah Bu Atun supaya diampuni kesalahan mereka
berdua. “Sudah mbak, tadi udah dibayarin sama mas mas yang tadi pake baju merah
itu...” Rhea tersentak mendengar kata Bu Atun. Lantas, bagaimana ia sangat berterimakasih
dengan laki-laki itu?siapa dia?tinggal dimana dia?apa dia satu kampus
dengannya?
***
Sepanjang perjalanan Rhea hanya
memikirkan sosok misterius laki-laki yang ditemuinya tadi. Dalam hatinya ia
akan membayar utang dua puluh lima ribunya . Malam ini tak ada bintang muncul
di atap langit bernama Jakarta. Rhea terlihat kelelahan membuang sampah di
dekat trotoar jalan. Cafe tempatnya bekerja part time terlihat sangat lenggang.
Dari hari ke hari pemasukkan terlalu sedikit daripada pengeluaran. Ia baru
beberapa bulan ini bekerja di Cafe budhenya yang tinggal di Jakarta. Selain menambah
uang jajan pekerjaan ini juga dapat membawa mimpi-mimpinya kembali kedalam
pelukannya. Harum kopi selalu membawanya akan kampung halamannya yang ia
rindukan. Hawa yang sejuk harum kopi di
malam-malam dingin dan tentu di temani dengan buku-buku novel yang
disukainya. Ia rindu dengan kapung halamanya. Jogja.
0 komentar:
Posting Komentar